Menjadi anak-anak adalah proses belajar yang rumit. Dengan berbagai keterbatasannya, mereka mencoba berkomunikasi. Banyak kalanya mereka bingung menyatakan pendapat. Jika tidak berhasil maka tangisan lah jalan pintasnya. Sebuah keajaiban apabila seorang anak pada akhirnya mendapati orang dewasa yang dapat mengerti apa maunya.
Adikku yang satu ini ya sama saja. Kami (ibu, bapak, aku) seringkali belum berhasil menjadi sebuah keajaiban untuknya. Kami sering tidak mengerti apa maunya. Si bungsu ini bisa tiba-tiba kabur ke dapur untuk cemberut sendirian atau nangis sedih ala-ala sinetron di ruang televisi, sendirian. Pertanyaan "Hning kenapa?" seperti sudah tidak ampuh untuk mendorongnya berbicara. Pada akhirnya yang kami lakukan hanya menerka-nerka. "Mungkin dia bete karena gaboleh makan mie", "Mungkin dia kesel gara-gara disentak sama ibu tadi", mungkin, mungkin, mungkin...
Sulit ya menyamakan frekuensi. Bahkan dengan anak sendiri atau adik sendiri. Padahal masalah bisa cepat selesai kalau si bungsu dengan mudahnya mengutarakan apa yang dia mau. Tapi ya itu, seorang anak dengan segala keterbatasannya, sulit untuk menjabarkan apa maunya. Mau tidak mau, sebagai orang yg lebih tua, kita harus bersabar mengorek informasi sejelas-jelasnya, mencoba membuat keajaiban untuknya.
Ning, selamat berproses ya. Yuk kita pelan-pelan menyamakan frekuensi.
Supaya kamu dan kami bisa saling mengerti.
XOXO - Ibranesa Nissreyasa