Brak! Bunyi
pintu yang dibanting terdengar keras di koridor kos-kosan tempat ku berteduh.
“Duh, siapa sih yang malem-malem banting pintu?!” pikirku. Aku sedang
mengerjakan skripsi yang begitu menyita waktuku merasa terganggu. Yaahh, lebih
tepatnya aku terganggu oleh kejenuhan otakku yang sudah muak oleh semua hal
yang berbau skripsi. Apa boleh buat? Toh itu kewajibanku sebagai mahasiswi. Karena
kejadian tadi pikiranku jadi melanyang kesana kemari memikirkan siapa yang
membanting pintu disaat waktunya semua orang istirahat.Sudah kukira,
ternyata yang membanting pintu tadi malam itu teman kosku yang kebetulan
kamarnya bersebelahan dengan kamarku. Namanya
Davidio, ia biasa
dipanggil Davi. Saat sarapan, aku bertanya kepadanya apakah dia mendengar suara
orang yang membanting pintu tadi malam. Davi hanya menjawab dengan singkat “Ya,
itu aku.” Katanya murung. Melihat tampangnya yang sedang kesal, aku tidak
berani bertanya lebih jauh lagi.Davi memang
akhir-akhir ini selalu terlihat murung, stres, pucat, dan seperti orang yang
kurang tidur. Aku sering melihatnya malam-malam naik keatap rumah. Sempat aku
mengiranya hantu, karena tengah malam saat aku haus dan mengambil minum, aku
melihatnyaa sekilas menaiki tangga ke atap.Karena wajahnya
yang agak sangar, aku takut untuk bertanya kepadanya ada masalah apa dengannya.
Aku memang bukan teman baiknya. Sejak aku nge-kos disini, paling-paling aku
hanya berinteraksi dengannya dengan kata “Hai.” Atau “Boleh pinjem charger?”. Itu pun selalu dijawabnya
dengan singkat “Ya” dan “Tidak”.Kata
orang-orang kos sih sifatnya dari dulu seperti itu, Pendiam. Aku selalu berniat
mencoba untuk berteman dengannya. Tapi, rasa takut mengalahkanku. Kadang kala
aku berpikir “Siapa suruh punya muka ganteng tapi sangar!”. Tapi kan itu semua bukan dia yang minta.Pagi ini aku
bertekad untuk menyapa dan mengajaknya ngobrol. Setelah mandi dan siap-siap
berangkat ke kampus. aku langsung pergi ke ruang makan, kulihat ia sedang makan
pancake sendirian. “Hai, sendirian
aja nih?” tanyaku seraya mengambil pancake
bagianku. Namun, ia tak menjawab satu patah kata pun. “Humm.. nggak ngaruh
kayaknya” pikirku. Aku tetap mencoba menarik perhatiannya, “Ada kelas jam berapa hari ini? Pagi lagi ya?
Lo skripsi gimana perkembangannya?”. Davi Cuma diam, “Ishh, ada orang nanya
bukannya dijawab!” kataku.“lo maunya gua
jawab apa?! Pertanyaan lo tuh basi, pertanyaan yang gaperlu jawaban. Udah tau
gua udah siap pagi-pagi ya berarti gua ada kelas pagi! Dan satu lagi, GUE LULUS
MASIH LAMA DAN GUE GA ADA TUGAS SKRIPSI!”
ujarnya. Aku hanya diam. “OH IYA~!” Kataku dalam hati. “Tapi seenggaknya lo
jawab dong, apa susahnya sih. ga sopan tau!”. Tiba-tiba dia malah menggebrak
meja dan pergi gitu aja. Aduuh kok jadi kayak gini sih!. Padahal kan tadinya aku mau
ngajak dia berangkat ke Kampus bareng. Aku ga nyerah gitu aja buat ngedeketin
Davi.Malamnya, saat
aku selesai mengerjakan sebagian skripsiku, aku menunggu davi naik ke atas atap
lagi. Supaya aku bisa ikut naik ke atas. Beberapa jam sudah berlalu, tapi tak
kunjung ku lihat sesosok Davidio Darmawan yang keluar dari kamarnya.
‘Tik…Tik…Tik..” Aku merasa waktu berjalan terasa sangat pelan saat itu. Saat ku
lihat jam di dekat perapian, jam sudah menunjukan pukul 11 malam. “Akh! Hari
ini dia lagi nggak mood ke atap
kali.” Desahku. Saking lelahnya, aku pun menyerah dan pergi tidur.Esok paginya,
aku langsung pergi ke meja makan supaya bisa makan bareng Davi dari awal dia
makan. Tapi, sayangnya Davi nggak ada disana. Akhirnya aku makan waffels sendirian pagi itu. Pikiranku hanya bertuju kepada
keberadaan Davi. Di Kampus pun tidak terlihat batang hidungnya sama sekali.Sekitar pukul 5
sore, aku pulang ke tempat kos. Aku
kaget sekali saat melihat tempat kosku di kerumuni warga dan disitu juga
terdapat banyak polisi dan ada ambulance yang terparkir rapih di halaman depan.
Aku langsung buru buru masuk ke dalam tempat kosku. Disitu aku melihat seorang
ibu sedang menangis yang kukenal sebagai orangtua Davi. “Ibu, ini ada apa?”
tanyaku. Lalu tiba-tiba ia menjerit histeris. “INI SEMUA SALAH KU!! Tidak
seharusnya aku membuatnya gelisah oleh masalah ku sendiri!!”. Sambil ku
mengelus-elusnya aku bertanya lagi “Ibu, ini ada apa bu? Apa ada kaitannya
dengan Davi?”.Saat aku
berusaha mencari tahu masalahnya, tiba-tiba ada orang yang menggotong sesosok
tubuh tak bernyawa keluar dari kamar. Dan ternyata itu adalah DAVI. Aku shock waktu melihatnya didepan mata
kepalaku sendiri. Rasa ngeri ngerasuki tubuhku. Davi, Davidio Darmawan teman
kos ku selama 2 tahun itu sudah berbaring tak bernyawa.Aku yang baru
saja ingin menyelidiki kepribadiannya, langsung berdiri tengang melihat jasad
itu dibawa keluar oleh petugas. Davi di vonis overdosis oleh dokter. Aku sampai
sekarang ini masih dihantui rasa penasaran akan sesosok Davi yang misterius dan
cool. Tapi itu semua sudah terlambat
untuk aku lakukan. “KENAPA NGGAK DARI DULU AKU DEKETIN DIA!” geramku.
0 comments